RagamUtama

Heboh, Jejak Laut Purba Selat Muria Muncul, Sabdo Palon Nagih Janji, Bagaimana Nasib Pulau Jawa ?

"Secara geologis memang wilayah Demak hingga Kecamatan Juwana di Pati dulu adalah selat yang memisahkan Gunung Muria dengan dataran Jawa"

Ilustrasi, Sabdo atau sabda Palon adalah Raja Dang Hyang makhluk gaib penjaga Tanah Jawa. Pendeta sakti Kerajaan Majapahit ini abadi. Dia merupakan penasihat spiritual Raja Majapahit, Prabu Brawijaya yang memerintah pada 1453-1478. (sumber : dotnet)

Klik Today || Bertepatan dengan bulan suci Ramadan 1445 H, publik dikejutkan dengan sejumlah bencana alam yang terjadi di Pulau Jawa satu diantaranya banjir di Kabupaten Demak.

Kepala BPBD Kabupaten Demak, Agus Nugroho, mengungkapkan banjir yang terjadi sejak Senin, 18 Maret 2024 itu membuat 90 desa di 11 kecamatan di Demak terendam.

Jumlah warga yang terdampak diperkirakan lebih dari 97.000 orang dan lebih kurang 25.000 orang mengungsi.

Banjir di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, disebut yang terparah dalam 30 tahun terakhir lantaran magnitudenya jauh lebih luas dari bencana serupa di tahun-tahun sebelumnya.

Ini karena banjir nyaris menenggelamkan setidaknya belasan kecamatan dan telah melumpuhkan aktivis perekonomian.

Tapi ketimbang mengungkap akar masalah dari bencana, narasi yang berkembang di media sosial justru menganggap peristiwa itu adalah kewajaran mengingat wilayah Demak dulu adalah wilayah selat – Selat Muria – yang berubah menjadi dataran rendah.

Bahkan dari balik peristiwa ini, ramai menjadi perbincangan para warganet banjir tersebut disebut sebagai pertanda kemunculan kembali Selat Muria.

Dalam sebuah narasi di Facebook menuliskan “pekan ini jejak Laut purba selat Muria muncul kembali dalam bentuk Banjir Di Karanganyar demak menyandera jalur Pantura jilid 2 Di tahun 2024 hanya selang selapan atau kurang lebih 40 hari dari kedatangannya yg pertama kali ini di lengkapi dengan fenomena weduz kendit yang cukup gagah”.

Sedangkan akun Facebook lainnya juga menuliskan, “Selat Muria (1657) terindikasi muncul kembali; Demak, Kudus, Semarang, Purwodadi, Rembang, Pati, dulunya adalah selat. Akankah mengarah pada Sabdo Palon nagih janji..?, sebab janji itu dimulai dari peradaban Demak….Diluar fenomena itu semoga warga terdampak bisa tertolong, dan cepat mendapatkan bantuan pihak terkait….PRAY FOR JAWA TENGAH..”

Terkait fenomena banjir di Demak, Pakar Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eko Soebowo mengatakan, penurunan tanah di wilayah tersebut mudah terjadi.

Tak menutup kemungkinan Selat Muria bisa kembali muncul, namun penyebabnya bukan banjir yang saat ini terjadi.

“Materialnya itu kalau ada beban akan mudah mengalami penurunan. Masih rentan. Kota-kota seperti Semarang dan wilayah pantura itu mengalami subsidence karena material bawah tanahnya belum mengalami kompaksi sempurna,” kata Eko, dikutip, Minggu, 24 Maret 2024.

Eko menjelaskan, penurunan permukaan tanah di wilayah Semarang, Demak, dan sekitarnya bervariasi dengan intensitas tertinggi mencapai 10 sentimeter per tahun, seperti yang terjadi di wilayah Semarang timur.

Sedangkan menurut Dosen Teknik Geologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Salahuddin Husein, mengatakan secara geologis memang wilayah Demak hingga Kecamatan Juwana di Pati dulu adalah selat yang memisahkan Gunung Muria dengan dataran Jawa.

Namun sekitar abad ke-8, selat tersebut berubah menjadi dataran rendah seperti yang dikenal sekarang.

Proses perubahan Selat Muria menjadi dataran, kata Salahuddin, tak bisa dilepaskan dari peristiwa banjir yang intensitasnya terbilang sering di wilayah tersebut.

Sebab melalui banjir terbawa sedimen-sedimen seperti batu dan tanah dalam jumlah sangat banyak sehingga bisa menutup selat dan mengubahnya menjadi dataran rendah.

“Dari catatan sejarah yang minim, kurang lebih periode puncak sedimentasi yang mengubah selat menjadi dataran berlangsung sekitar abad ke-10 sampai 14. Jadi perlu waktu ratusan tahun di situ,” ungkap Salahuddin. (*)

Sumber : Berbagai Sumber

Editor : M. Reinhard