EkonomiNasionalNusantaraRagamUtama

Harga Beras Melambung, Stok CBP Aman, tapi Beras tetap Sulit Didapat

Kenaikan Harga Beras hingga saat ini telah mencapai 20 persen dibanding tahun lalu

Refa Riana,wartawan senior, peminat masalah sosial

Klik Today ||Kenaikan harga beras yang hingga sekarang telah membuat masyarakat semakin sulit memenuhi kebutuhannya. Menurut catatan Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), harga beras saat ini melonjak hingga 20 persen. Harga beras premium saat ini bertengger di harga Rp18.000 per kilogram (kg). Naik tinggi dibandingkan biasanya sekitar Rp14.000 per kg.

Di tengah mahalnya harga, beras justru seolah menghilang di pasaran. Supermarket menerapkan pembatasan pembelian untuk mencegah panic buying masyarakat. Juga karena pasar modern ini kesulitan mendapatkan pasokan beras yang stabil. Kios beras di pasar tradisional juga kosong karena harga pembeliannya yang terus menggerus modal pedagang.

Akibat harga beras yang melambung, pedagang warung nasi terpaksa manikkan harga dagangannya. Nasi yang biasanya seharga Rp4000 setiap porsi kini menjadi Rp7000. Pedagang bubur yang biasa menjual semangkok Rp10.000 kini menjualnya Rp12.000. Nasinya pun kini tidak lagi pulen karena tidak lagi menggunakan beras medium tapi diganti dengan beras untuk pera untuk jualan nasi goreng.

Saat ini, ketika rakyat bersiap untuk menjalankan ibadah puasa di bulan ramadan, komoditas lainnya seperti bawang putih, cabai merah, daging ayam, dan telur aya, juga merangkak naik. Berdasarkan data dari BPS, sampai 21 Februari 2024, terjadi kenaikan harga pangan. Bawang putih mengalami kenaikan sebesar 1,9 persen. Cabai merah mengalami kenaikan harga sebesar 17,0 persen, sementara daging ayam naik 2,2 persen, dan telur ayam juga mengalami kenaikan sebesar 3,9 persen.

Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyadari bahaya yang mengancam bila kenaikan harga beras dan komoditas lainnya tidak bisa segera ditanggulangi. “Tantangan menjelang Bulan Suci Ramadan ini adalah volatile food. Ini  harus bisa segera distabilkan. Agar headline inflasi kita masih bisa terjaga rendah pada saat inflasi dunia dan negara maju juga mengalami inflasi,” ujar  Sri Mulyani.

Ekonom yang sempat menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengingatkan bahwa kenaikan harga beras memiliki potensi untuk berkontribusi pada peningkatan inflasi dalam kategori volatile food. menurutnya, kenaikan harga beras sebesar 7,7 persen year to date (ytd) sebagai hal yang memerlukan kewaspadaan.

“Hingga 21 Februari, beras kita telah mencapai rata-rata harga di angka Rp 15.175. Ini yang memberikan kontribusi terhadap inflasi volatile food di dalam headline inflasi kita,” kata Sri Mulyani saat Konferensi Pers APBN KiTA, di Jakarta, Kamis 22 Februari 2024. 

Hingga akhir Januari 2024, Sri Mulyani mencatat bahwa inflasi pada makanan yang fluktuatif di Indonesia mencapai 7,2 persen secara tahunan (yoy).

Meskipun demikian, Sri Mulyani berpendapat bahwa tingkat inflasi di Indonesia saat ini masih dalam kisaran yang aman, bahkan lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) dalam paparan bulannya mencatat bahwa inflasi tahunan Indonesia mencapai 2,57 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,19, naik dari 102,55 pada Januari 2023.

“Inflasi di Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan negara negara maju maupun inflasi secara global. Dalam hal ini, inflasi yang rendah masih terjaga hingga awal tahun. Meskipun kita juga waspada terhadap kenaikan harga beras bulanan yang mencapai 7,7 persen year to date,” ujar Sri Mulyani. 

Selanjutnya, Sri Mulyani menjelaskan bahwa hingga akhir Januari 2024, inflasi inti mencapai 1,68 persen (yoy), sementara harga yang diatur pemerintah tercatat sebesar 1,74 persen (yoy).

Bila Menkeu menyadari potensi bahaya volatile food sekarang ini, tentu saja pemerintah harus bisa menemukan solusi komprehensif untuk menanggulanginya. Tidak hanya sebatas keprihatinan, tapi action plan harus segera dibuat dan dijalankan. Apalagi menjelang ramadan, biasanya komoditas lain pun merangkak naik.

Harga beras melambung, stok di pedagang kian menipis. (foto Antara)

Masyarakat menganggap, kenaikan harga beras ini disebabkan karena ulah pemerintah yang memborong beras untuk keperluan bansos. Hal ini tentu tidak masalah bila memang terprogram dengan baik. Sayangnya, bansos tersebut justru diberikan untuk membujuk rakyat secara halus supaya memilih calon tertentu yang didukung pemerintah.

Dugaan tersebut sah-sah saja. Hanya saja Sekjen Ikappi Reynaldi Sarijowan mensinyalir, mahalnya harga beras karena ada pihak-pihak yang menyembunyikan stok beras premium yang dimilikinya sehingga terjadi kekosongan di ritel yang berdampak pula ke pasar.

Penyebab lainnya adalah  musim tanam yang mundur sehingga berdampak ke musim panen yang juga ikut molor. “Kemudian tahun lalu produksi nya terbatas sehingga konsumsi tinggi yang terjadi ialah ketidakseimbangan antara supply and demand,” kata Reynaldi.

Terlepas dari itu semua, pemerintah harusnya bisa mengantisipasi lonjakan harga beras yang telah terjadi dalam tiga bulan terakhir. Kelangkaan beras bisa diatasi karena saat Presiden Joko Widodo mengecek cadangan beras di Gudang Bulog Bengkal Lor, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Senin 22 Januari 2024 lalu, pemerintah menegaskan bahwa cadangan beras pemerintah (CBP) dalam kondisi aman.

Dalam keterangan resminya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menegaskan bahwa saat ini Bulog memiliki CBP sebesar 1,4 juta ton. Bila memang stok beras aman, mengapa tidak segera diturunkan ke masyarakat supaya harga bisa dikendalikan. Hemat penulis, masyarakat tidak mau diberi pangan secara gratis karena tidak akan bisa mencukupi kebutuhannya. Yang diperlukan masyarakat adalah ketersediaan pangan, khususnya beras di pasaran dengan harga wajar dan bisa dibeli. Bukannya tidak ada di pasar dengan harga yang mahal. Itulah makna dari ketahanan pangan. Tabik…(*)