Dalam Kasus Raya, Lingkungan Tempat Tinggal Penting Diteliti
Anak Paling Rentan Terinveksi Cacing

KLIK TODAY II Kasus meninggalnya seorang anak bernama Raya (4) di Sukabumi, Jawa Barat, dengan kondisi tubuh dipenuhi cacing mendapat perhatian mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama. Menurutnya, kasus tersebut harus menjadi peringatan serius bagi sistem kesehatan masyarakat Indonesia.
“Untuk memahami keadaan klinis dan penyebab kematiannya, kita perlu menunggu penjelasan resmi dan lengkap dari rumah sakit. Baru setelah itu kita bisa menarik kesimpulan yang tepat,” kata Tjandra di Jakarta sebagaimana dikutip LKBN Antara, Rabu (20/8/2025).
Tjandra menjelaskan, penyakit kecacingan dapat disebabkan oleh berbagai jenis parasit seperti Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk), Necator americanus, Ancylostoma duodenale (cacing tambang), hingga Strongyloides stercoralis.
Untuk itu, tegas Tjandra, kondisi lingkungan sekitar tempat tinggal korban sangat penting diteliti guna mengetahui potensi penyebaran cacing di permukiman warga.
“Penularannya umumnya melalui telur cacing dalam tinja yang mencemari tanah. Anak-anak bisa tertular saat bermain di tanah terkontaminasi lalu memasukkan tangan ke mulut tanpa mencucinya. Bisa juga melalui air yang tercemar,” jelasnya.
Tjandra yang kini menjabat Direktur Pascasarjana Universitas YARSI dan Adjunct Professor di Griffith University menambahkan, anak dengan gizi kurang merupakan kelompok paling rentan terinfeksi.
WHO, menurutnya, telah merekomendasikan empat langkah utama dalam penanganan kecacingan: pemberian obat cacing secara berkala, edukasi kesehatan, perbaikan sanitasi, serta pengobatan dengan obat yang aman dan efektif.
“WHO menargetkan pengendalian penyakit cacingan berbasis tanah (Soil-transmitted helminth) pada 2030. Indonesia perlu menetapkan target serupa jika ingin mencapai Indonesia Emas 2045 yang bebas penyakit menular sederhana,” ujar Tjandra.
Raya, bocah asal Kampung Padangenyang, Sukabumi, diketahui berasal dari keluarga kurang mampu. Sang ayah dalam kondisi sakit-sakitan, sementara ibunya mengalami gangguan jiwa. Mereka tinggal di rumah bilik sederhana, dengan bagian bawah rumah dipenuhi kotoran ayam, yang diduga menjadi sumber infeksi.
Raya ditemukan dalam kondisi kritis oleh tim pegiat sosial dan sempat dirawat di rumah sakit. Namun, berbagai upaya mencari bantuan biaya medis tidak membuahkan hasil. Selama perawatan, dari tubuhnya dikeluarkan cacing hidup hingga seberat 1 kilogram.
Hasil CT scan bahkan menunjukkan bahwa telur dan cacing sudah menyebar ke otaknya. Raya meninggal dunia pada 22 Juli 2025.
Kasus ini memicu keprihatinan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Ia menyoroti lingkungan tempat tinggal yang buruk dan menyebut lemahnya fungsi posyandu, PKK, dan bidan desa sebagai faktor keterlambatan deteksi.
“Pemerintah akan memberikan sanksi kepada pihak yang lalai. Ini tak boleh terjadi lagi,” ujar Dedi.***
Editor: Reri