Ragam

Butuh Bantuan Dana, Bocah Asal Kabupaten Sukabumi Mengidap Penyakit GBS

Dian Haryana (32) ayah dari Muhamad Nur Febrian usia lima tahun enam bulan, bocah yang divonis mengidap GBS dan kini membutuhkan uluran tangan untuk membantu pengobatannya di RSUD Ciawi, Bogor. (foto : ist)

Klik Today || Nyaris tak pernah terbayangkan, kedua orang tua bocah ini harus menghadapi sebuah ujian berat disaat usia anaknya masih dini.

Sejak tanggal 28 Agustus 2023, Muhamad Nur Febrian usia lima tahun enam bulan, anak dari pasangan Dian Haryana (32) dan Wiwin Wiana (41) divonis dokter mengidap penyakit langka.

Bocah bersekolah di PAUD Babakan Parakanlima ini pun sekarang tergeletak tak sadarkan diri di RSUD Ciawi Bogor bersama ayahnya.

Sejumlah peralatan medis seperti selang oksigen tampak ‘mengepung’ badan mungil dari bocah beralamat Kp. Tanjakanlengka, RT 05 RW 04, Desa Parakanlima, Kecamatan Cikembar.

“Kecurigaan awalnya ketika melihat kondisi anak yang kesehatannya kok kurang baik-baik saja. Tangan, kaki dan leher terkulai lemah, ketika akan difungsikan harus dibantu dulu,” ujar Dian Haryana (32) ayah dari bocah itu.

Selanjutnya, ia berinisiatif untuk memeriksakan kesehatannya ke sebuah klinik di Desa Kertaraharja, Kecamatan Cikembar pada 28 Agustus 2023.

“Usai diperiksai di klinik itu, anak dirujuk ke RS Primaya kemudian ditangani dokter spesialis anak, Namun, selang lima hari tidak menunjukkan perkembangan,” beber Dian yang sehari-hari bekerja sebagai penjual asong.

Ia pun berinisiatif untuk memeriksakan kembali ke rumah sakit tersebut. Namun, sesampainya di tempat tujuan ternyata dokter yang dimaksud sedang cuti.

“Saya pun mencari rumah sakit lain yang bisa menangani anak saya. Kemudian menuju RS Kartika, di sana ada dokter spesialis anak namun tidak bisa menangani karena alatnya tidak komplit,” bebernya.

Berdasarkan keterangan dokter di rumah sakit tersebut, Rian, panggilan akrab Muhamad Nur Febrian mengidap penyakit  Guillain Barre Sindrom. (GBS).

Dikutip dari laman resmi Kementerian Kesehatan, GBS merupakan kumpulan gejala kelemahan pada anggota gerak.

Kadang-kadang dengan sedikit kesemutan pada lengan atau tungkai, disertai menurunnya refleks.

Selain itu kelumpuhan dapat juga terjadi di otot-otot penggerak bola mata, sehingga penderita melihat satu objek menjadi dua yang dapat disertai gangguan koordinasi anggota gerak.

Penyakit GBS, sudah ada sejak 1859. Nama Guillain Barre diambil dari dua Ilmuwan Perancis.

Guillain dan Barr yang menemukan dua orang prajurit perang di tahun 1916 mengidap kelumpuhan, kemudian sembuh setelah menerima perawatan medis.

GBS termasuk penyakit langka dan terjadi hanya 1 atau 2 kasus per 100.000 di dunia tiap tahunnya.

GBS ini tadinya dianggap sebagai neuroalergi yang menghasilkan berbagai bahan berbahaya.

Terdapat perkiraan bahwa kumpulan gejala ini terjadi karena menurunnya daya kekebalan tubuh sendiri (auto imun).

Biasanya didahului infeksi virus atau kuman-kuman yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas dan diare yang melemahkan daya tahan tubuh (kekebalan).

Sehingga mengalami keluhan seperti kasus-kasus di atas. Sel sistem kekebalan menyerang sarung saraf (mielin) yang mengelilingi serabut saraf di seluruh saraf tepi.

Kini, Rian tergeletak tak berdaya di RSUD Ciawi, Bogor. Pihak keluarga pun sudah berupaya semaksimal mungkin untuk mendapat penanganan medis dengan optimal.

“Tapi obat yang harus ditebus sangat mahal, sekali menembus sekitar Rp3 juta. Obat itu harus dibeli di rumah sakit lain, karena stok di RSUD Ciawi sudah habis. Harga obat itu semakin terasa menjadi beban buat kami,” keluh Dian.

Kepemilikan kartu BPJS mandiri kelas 3 yang selama ini digunakan merawat anaknya, bagi Dian belum banyak membantu tatkala harus menebus obat yang mahal itu.

“Berharap ada pihak yang bisa meringankan biaya pengobatan anak kami. Karena bila RSUD Ciawi sudah tidak bisa menangani lagi akan dirujuk ke RS Cipto Mangunkusumo,” tuturnya dengan nada begitu berat. (red)