Nasional

Jumlah Pelajar yang Diduga Keracunan MBG di Garut Terus Bertambah

Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Garut, dr. Leli Yuliani.(Foto: andre/dara)

Klik Today || Jumlah pelajar yang menjadi korban keracunan diduga akibat Makan Brgizi Gratis (MBG) di Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut terus bertambah. Hingga Kamis malam (2/10/2025), total tercatat mencapai 303 orang.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Garut, dr. Leli Yuliani, menyebutkan penambahan kasus terjadi secara bertahap sejak Selasa, 30 September 2025. Menurut Leli, awalnya pada Selasa ada 147 orang, kemudian Rabu bertambah 139 orang, dan Kamis hari ini ada tambahan lagi sebanyak 14 orang sehingga totalnya menjadi 300 orang.

“Dari total 300 pasien, 10 saat ini masih menjalani perawatan, terdiri dari 8 orang di Puskesmas Leles, dan 2 di RSUD dr. Slamet Garut. Sementara 290 pasien lainnya telah dipulangkan dalam kondisi baik,” ujar Leli, Kamis (2/10/2025).

Menurut Leli, pihaknya terus memantau kondisi para pasien dan melakukan investigasi untuk mengetahui sumber pasti penyebab keracunan. Adapun, ungkap Leli, sampel makanan yang diduga menyebabkan keracunan sudah diserahkan ke Labkesda di Bandung untuk diuji, terdiri dari sampel susu dan makanan serta muntahan korban, yang hasilnya akan keluar dalam waktu sekitar 10 sampai 15 hari ke depan.

“Kami terus melakukan tracing, termasuk pengambilan sampel makanan untuk diuji di laboratorium. Edukasi kepada masyarakat juga digencarkan,” ucapnya.

Sementara itu, sebagai respons terhadap meningkatnya kasus keracunan makanan, Dinas Kesehatan Garut menggelar Pelatihan Keamanan Pangan Siap Saji (KPSS), di Aula Dinkes Garut, Jalan Proklamasi, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut.

Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan pada Dinkes Garut, Tri Cahyo, menyebutkan kegiatan ini menjadi bagian dari upaya preventif dalam menjamin keamanan makanan yang dikonsumsi masyarakat, khususnya yang disiapkan oleh dapur relawan atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Pelatihan ini juga, menurutnya, salah satu syarat untuk mendapatkan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Pelatihan yang digelar sejak Rabu, 1 Okrober 2025 ini diikuti oleh perwakilan dari empat dapur SPPG.

“Setiap SPPG harus memiliki SLHS. Untuk itu, minimal 50 persen personel dapur harus memiliki sertifikat KPSS sebagai bentuk komitmen terhadap standar keamanan pangan,” ujar Tri.

Menurut Tri, bahwa peserta pelatihan ini terdiri dari kepala dapur, ahli gizi, serta staf dapur lainnya. Dinkes menjadwalkan pelatihan lanjutan pekan depan di tiga lokasi lain, termasuk di Pameungpeuk dan Malangbong. Pihaknya pun menyoroti pentingnya keterlibatan Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) dalam mendukung program pelatihan ini.

Tri menuturkan, bahwa pelatihan serupa sempat dilakukan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) pada Juni lalu. Namun, sertifikat dari pelatihan tersebut tidak diakui oleh Kementerian Kesehatan karena tidak memenuhi standar kurikulum pelatihan keamanan pangan.

“Pelatihan oleh BGN itu judulnya memang KPSS, tapi materinya tidak sesuai standar Kemenkes. Ke depan, kami pastikan pelatihan ini sesuai dengan kurikulum resmi agar sertifikatnya sah dan berlaku nasional,” katanya.

Editor: Batama Ardiansyah